Bupati Pelalawan, HM Harris Menuju Riau Satu

Senin, 01 Mei 2017 | 10:43:47 WIB
Bupati Pelalawan, HM Harris / foto: net
PEKANBARU -  Nama Bupati Pelalawan H. Muhammad Harris mulai jadi buah bibir masyarakat terkait pernyataannya, bahwa dia akan maju ke Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2018. Harris tentu tidak sendiri, sejumlah bupati lain juga ikut ‘mendeklarasikan’ diri. Sebut saja misalnya, Syamsuar (Bupati Siak), Yopi Arianto (Bupati Indragiri Hulu), Irwan Nasir (Bupati Kepulauan Meranti), dan bahkan Firdaus MT (Walikota Pekanbaru terpilih). Mereka diperkirakan menjadi penantang kuat Gubernur Arsyadjuliandi Rachman yang juga kembali mencalonkan diri di periode kedua.
    
Harris mengaku, merasa terpanggil dan tertantang mengubah wajah Riau ke arah yang lebih baik. Dalam pandangan politisi Partai Golkar ini, ‘Tanah Melayu’ telah dianugerahi Allah SWT sebagai provinsi yang memiliki sumberdaya alam serba cukup baik di darat maupun di laut. Namun, kata mantan ketua DPRD Pelalawan ini, potensi itu belum termanfaatkan secara maksimal. Bahkan, pembangunan dinilainya jalan di tempat. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan juga 
bertambah. Ironisnya, ujar Harris, APBD yang terbilang besar malah menyisakan silpa saban tahun.
 
Untuk membuktikan keseriusannya, Harris bergerak cepat. Ia pun melakukan ‘safari politik’ dengan mengunjungi tokoh masyarakat, ormas termasuk NU dan Muhammadiyah. Bahkan, Minggu kemaren ia diundang khusus bertemu fungsionaris DPW PKS Riau di Markaz Dakwah Jl. Soekarno Hatta Pekanbaru. Apa yang mendasari Harris maju, dan apa komentarnya dengan kemunculan bupati lain di panggung politik Riau 2018? Berikut petikan wawancaranya dengan AZAM.
 
Apa yang mendasari Anda ikut meramaikan bursa Pilkada Gubernur Riau 2018?
    
Pertama, menyangkut aturan. Aturan sekarang tidak mengharuskan bupati dan walikota mundur dari jabatan. Melainkan cukup cuti.  Kedua, latar belakang saya yang orang swasta. Saya melihat Riau sebagai provinsi yang berpotensi, atau sering disebut daerah kaya. Saya sering bertanya, apanya yang kaya. Kita memiliki komiditas andalan, yakni sawit dan karet. Anehnya kita tak pernah mau menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Nah, terobosan-terobosan inilah yang akan saya lakukan. Kita juga memiliki APBD yang cukup besar. Anggaran itu kalau dibelanjakan tetap tidak cukup. Namun yang terjadi, setiap tahun kita menyisakan anggaran lumayan besar. Mudah-mudahan ke depan kita bisa membelanjakan anggaran secara proporsional sesuai peruntukannya. Itu antara lain mengapa saya tertarik ikut berkompetisi di pilkada gubernur. 
 
Seberapa luas pengetahuan Anda memahami kondisi Provinsi Riau?
    
Saya kira tidak pada tempatnya saya menyampaikan pengetahuan saya tentang Riau dalam wawancara yang terbatas. Begini saja. Kita memiliki potensi cukup banyak. Coba Anda lihat dataran dan lautan kita, potensi apa yang tidak kita miliki di darat dan di laut. Sebanyak 78 persen mata pencaharian masyarakat Riau bergantung kepada sawit. Itu berarti ada 7,8 juta ton CPO pertahun. Sekarang pernahkah kita berfikir, berapa PAD yang kita dapatkan dari potensi itu, berapa jumlah tenaga kerja yang terserap, dan berapa besar kita berkontribusi untuk devisa negara. Selain itu, kita juga harus berfikir bagaimana industri hulu dan hilirnya bisa berdampak positif bagi keberlanjutan ekonomi daerah. 
 
Komoditi sawit dan karet kita memang besar, tapi dalam musrenbang provinsi pekan lalu, disampaikan bahwa kita tidak dapat lagi bergantung pada sawit dan karet karena harga jualnya tidak seperti dulu. Pemerintah Daerah kini berupaya mengembangkan sektor pariwisata dan menarik pajak untuk menggesa pertumbuhan ekonomi. Komentar Anda?
 
Bicara soal ekonomi. Sekarang saya bertanya, APBD Provinsi satu tahun berapa jumlahnya? Habis terbelanjakan atau tidak dana itu. Jumlah ini berbeda dengan APBD kabupaten yang sangat kecil yang menyebabkan perputaran uang di daerah juga rendah. 
 
Kini, bagaimana caranya agar perputaran uang di daerah berjalan normal. Salah satu caranya tentu dengan mengucurkan APBD, baik APBD milik kabupaten maupun kepunyaan provinsi. Menggalakkan pariwisata iya karena kita memiliki destinasi yang cukup. Masalahnya destinasi itu sejak dulu sudah ada, di Pelalawan misalnya ada Bono, di Kampar ada Muara Takus, di Siak ada Istana, di Bengkalis ada Pulau Rupat, Rokan Hulu yang sedang ngetrend ada Islamic Centre, di Rokan Hilir ada bakar tongkang. Begitu juga di Dumai, Inhil, Inhu dan Kuantan Singingi. Problemnya pernahkah kita bersungguh-sungguh ‘menjual’ destinasi itu. Coba lihat infrastruktur dari dan menuju ke kawasan destinasi itu. Belum lagi masalah promosi. 
 
Dana yang dialokasikan baik untuk perbaikan jalan maupun promosi semua serba menanggung. Akibatnya wisata budaya, sejarah dan kuliner kita tidak terkemas secara baik termasuk ketikdak-mampuan kita berinovasi mengembangkan budaya lokal dalam mendukung pengembangan destinasi. Saya kasih tau yah, wisata bono itu kita promosikan ke berbagai negara, antara lain Malaysia, Singapura, Thailand, Hongkong, Selandia Baru sampai ke Timur Tengah sana, dan alhamdulillah kita berhasil menjadikan sebagai event nasional. Itu karena apa? Di samping promosinya terencana dan terkemas, infrastrukturnya juga kita benahi. Kita Banggakan, umpamanya Pulau Rupat yang memiliki indahan pantai luar biasa, tapi sampai di sana apa yang mau kita lihat, dan yang terpenting bagaimana orang sampai ke pulau itu. Semua serba terbatas. Jadi, kalau mau menjual Rupat jangan tanggung-tanggung. Kebijakan yang serba menanggung ini yang saya tidak setuju. Kita bicara soal destinasi tapi infrastrukturnya tidak dibenahi. Mana bisa Pak.  Saya juga tak setuju bila dikatakan karet dan sawit tidak dapat diandalkan lagi hanya karena harganya turun. Itu pendapat yang keliru. Kenapa keliru? Seperti sudah saya sampaikan, 70 persen mata pencaharian masyarakat Riau bergantung kepada sawit dan karet.
 
 
Dari Rp 11,5 triliun lebih APBD Riau, sebanyak Rp 2-3 triliun diantaranya tercatat sebagai silpa. bagaimana Anda menilainya?
    
Jadi begini. Eksekutif dan legislatif itu berada dalam satu pemerintahan. Mereka memiliki tugas dan tujuan yang sama. Yakni membangun daerah dan membangun masyarakat di segala bidang. Menurut saya, silpa sebesar itu tidak mungkin terjadi apabila eksekutif dan legislatif bekerja searah dan setujuan. Mereka harus satu persepsi dulu merumuskan kebijakan daerah yang dituangkan ke dalam RPJMD. Lalu dari sana bersama-sama menjalankan program dan kegiatan. Saya yakin kalau semua program berjalan sesuai perencanaan, silpa APBD tidak akan sebesar itu. Yang ada malah kita kekurangan anggaran. 
 
Jadi, menurut Anda silpa itu terjadi karena hubungan eksekutif dan legislatif tidak harmonis?
Mereka tidak satu persepsi atau tidak kompak. Sehingga terjadi silpa yang besar? Begitu maksudnya?
    
Itu kan salah. Begini. Saya ini orang partai yang sekarang menjadi kepala daerah. Orang partai, sebelum menyampaikan kebijakan anggaran ke DPRD terlebih dahulu dia memanggil anggota fraksinya. Lalu bertanya ke mereka, apa aspirasi anggota dewan. Aspirasi ini kemudian kita bahas di DPD partai. Jika sudah dibahas dan kita anggap aspirasi itu benar-benar berasal dari masyarakat, baru kita sampaikan ke tim anggaran eksekutif. Nah, kita juga minta kepada anggota 
fraksi tadi supaya menyampaikan informasi penampungan aspirasi kepada anggota fraksi lain. Setelah itu baru dibawa ke eksekutif melalui mekanisme yang ada. 
 
Sebenarnya apa yang memotivasi Anda untuk maju, ambisakah atau karena prihatin dengan kondisi Riau hari ini?     
    
Saya merasa mampu berbuat lebih baik, memiliki pengalaman dan punya wawasan serta teman-teman yang berada di Jakarta untuk membantu Riau lebih baik.
 
Adakah Anda berfikir tentang perasaan masyarakat Pelalawan yang baru memberi kepercayaan kepada Anda menjadi bupati, sekarang malah mau jadi gubernur?
    
Kalau tidak diizinkan masyarakat Pelalawan saya takkan maju. Saya juga sudah sampaikan kepada masyarakat, agar mengizinkan saya maju ke Riau Satu. Mohon doa dan dukungan. Niat kita bukan karena jabatan, tetapi mengeksekusi dana sebesar itu membangun Riau. Saya yakin Riau lebih maju asal kita serius mengurus dan mengelolanya. Gigih dan berani.  Kalau kita diam, duduk saja di kantor, jalankan apa yang ada, tak punya keberanian berinovasi, maka Riau akan tetap seperti ini. Seorang pemimpin harus tegas, ulet, gigih dan berani.
 
Menurut Anda mengapa para bupati berlomba ingin menjadi gubernur padahal mereka baru dipilih rakyat. Selain Anda ada nama Syamsuar, Yopi Arianto juga Irwan Nasir. Ini fenomena apa?
    
Salah satu pemicunya, menurut saya, karena kabupaten yang dipimpinnya tidak mendapat alokasi pembangunan secara merata. Sementara kita memiliki anggaran yang cukup banyak. Selain itu, terdorong oleh peraturan yang tidak mengharuskan bupati mundur.
 
Ada kesan para bupati sedang memanfaatkan jabatannya untuk lompatan yang lebih tinggi?
    
Bukan. Ini kan hak. Hak politik setiap warga negara. Kalau sikon memungkinkan kita untuk mencurahkan ide-ide yang belum terealisasi, kenapa tidak? Jadi tergantung pada keyakinan masing-masing. Toh penentu akhirnya adalah rakyat.
    
Gubernur itu dipilih oleh 12 kabupaten dan kota, bagaimana Anda menyakinkan ke-12 daerah itu bahwa Anda adalah bupati yang layak memimpin Riau?
    
Kita ingin maju, ingin berbuat karena merasa ada sesuatu yang belum tercapai. Ini yang akan kita sampaikan ke semua kabupaten. Juga ke masyarakatya. Akan saya yakinkan masyarakat, bahwa Pelalawan itu di tahun 2006 merupakan kabupaten tertinggal, sekarang tumbuh menjadi kabupaten yang lebih maju.
    
Seandainya Anda memang ditakdirkan menjadi gubernur, mau dibawa kemana Riau?
    
Kita jangan jadikan Riau itu mentimun bungkuk pak. Maksud saya jangan dari 34 provinsi di Indonesia, Riau tidak masuk hitungan, sementara kita daerah yang memiliki potensi besar. Riau harus melibatkan diri dalam persaingan global.
    
Mimpi besar Anda untuk Riau itu apa?
    
Saya bermimpi Riau menjadi tuan di rumah sendiri dan menjadi percontohan di Indonesia.
    
Apakah Anda tidak sayang meninggalkan Pelalawan?
    
Ini bukan ditinggalkan Pak. Semua masyarakat harus kita bina. Bukan saya di provinsi lalu meninggalkan masyarakat di Pelalawan. Gubernur itu kan memiliki dua kaki. Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan sebagai gubernur yang bertugas membangun daerah, serta mensejahterakan semua masyarakatnya.
    
Sejauhmana Anda sudah melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan atau elit partai politik?
    
Orang pertama yang saya ajak bicara dan saya sampaikan keinginan untuk maju adalah Pak Gubernur. Beliau atasan saya di pemerintahan sekaligus ketua DPD Partai Golkar, partai tempat saya bernaung.  Saya sudah minta izin ke beliau saat beliau belum menentukan sikap apakah mau maju atau tidak. Saya katakan ke Pak Gub, izinkan saya mencalonkan diri maju menjadi gubernur 2018. Dia menjawab, silakan. Dengan kalimat silakan itu, saya pun jalan, melakukan pendekatan ke pemuka masyarakat, ormas, termasuk ke NU dan Muhammadiyah. Juga partai politik dan lembaga adat.
    
Sejak Anda menyatakan diri maju ke pilkada, figur Anda terus menjadi buah bibir, bahkan ada yang mengkalkulasi Anda termasuk tokoh yang harus diperhitungan. Tapi pertarungan di internal golkar juga tidak mudah, sebab banyak kader seperti Anda yang mau maju, Ada prediksi, Anda akan memenangkan pertarungan di golkar. Apa pendapat Anda?
    
Kalau saya katakan bahwa saya akan mendapat golkar, juga tidak. Sekjen DPP Golkar Idrus Marham pernah menyebut begini, kesempatan pertama akan diberikan kepada ketua DPD Golkar Provinsi Riau asal terpenuhi sejumlah syarat. Antara lain survey, mampu berkomunikasi dan berkonsolidasi ke bawahlain. Jadi, semua aspek akan dipertimbangkan oleh partai dalam menempatkan kadernya di pemerintahan.
    
Apakah ada rencana Anda mendorong calon partai pendukung mendeklarasikan diri jauh-jauh hari seperti dilakukan Nasdem terhadap Ridwan Kamil di Jawa Barat?
    
Kita tidak bisa gegabah Pak. Ridwan Kamil itu bukan orang partai. Kalau saya kan orang partai, segala aspek dan semua kemungkinan musti dikaji baik buruknya.
    
Tapi kalau ada partai yang menginginkan Anda mendeklarasikan diri jauh-jauah hari, bagaimana?
    
Kalau ada saya siap, kenapa tidak asal kursinya cukup.
 
 
 
 
Sumber: berazam.com
Editor: redaksi

Terkini