Lebih Menguntungkan, Pemprov Riau Ajak Petani Sawit Beralih Tanam Singkong

Lebih Menguntungkan, Pemprov Riau Ajak Petani Sawit Beralih Tanam Singkong
Sekdaprov Riau, Ahmad Hijazi, saat meninjau lahan perkebunan singkong dan jangung di Kecamatan Tapung, Kampar, Riau, Selasa (18/12/2018).

PEKANBARU - Dinilai memiliki nilai ekonomis, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menyarankan petani kelapa sawit di Riau untuk beralih bertani ubi singkong.

Ajakan itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Ahmad Hijazi, saat meninjau lahan perkebunan singkong dan jagung di Kecamatan Tapung, Kampar, Riau, Selasa (18/12/2018).

"Saat ini harga sawit turun. Sebenarnya peluang kita di daerah ini banyak. Salah satu itu adalah pertanian singkong ini," kata Ahmad Hijazi.

Menurutnya, kebutuhan singkong cukup tinggi. Apalagi singkong olahan menjadi tepung tapioka, pasarnya dari dalam maupun dari luar negeri. "Contoh, sekarang ini Malaysia membutuhkan tepung tapioka sebagai bahan baku penganan di sana. Ini kan peluang," ujarnya.

Tak jauh-jauh, sebut Ahmad Hijazi, di Riau juga sudah ada industri yang mengolah singkong menjadi tepung tapioka. Dimana pabriknya di Simpang Panipahan, Rokan Hilir.

"Tapi kebutuhan pabrik belum terpenuhi secara maksimal. Sementara permintaan cukup tinggi. Kebutuhan bahan bakunya baru terpenuhi 40 persen," cakapnya.

Ahmad Hijazi menyampaikan, investor singkong tengah mengembangkan usahanya di kabupaten di Riau. Hal ini karena permintaan tepung tapioka besar dari luar negeri.

Sedangkan petani singkong sangat menjanjikan. Bahkan, kata Ahmad Hijazi, ada seorang camat di Riau yang meninggalkan jabatannya untuk menjadi seorang petani singkong.

Dari hitungan Ahmad Hijazi, pertanian singkong jauh menguntungkan dari pertanian sawit. Apalagi saat ini harga TBS sawit sedang murah.

"Pada posisi harga sawit sekarang, jauh lebih untung ubi. Harga singkong per kilogram Rp1.300. Dalam satu hektare menghasilkan 100 ton dalam delapan bulan. Artinya, Rp130 juta dalam delapan bulan," rincinya.

"Cara bertani mana yang bisa mendapatkan seperti itu? Demand-nya jelas. Masyarakat harus melihat lihat ini. Kita juga dorong masyarakat untuk bisa beralih ke singkong," sambungnya.

Ada juga petani sawit yang telah beralih ke singkong. Yakni petani sawit di Tapung, Kampar, Riau.

"Ada yang replanting sawit, tapi tak jadi. Petani itu change planting. Dia beralih ke singkong. Artinya, sudah ada hitungan ekonominya, bahwa singkong lebih menguntungkan," tukasnya.

Salah seorang penggagas pertanian singkong di Tapung, Dharma Putra,
mengatakan awalnya hanya bertani di lahan seluas 32 hektare. Lalu dikembangkan dengan pola kerja sama dengan masyarakat.

"Kita tak punya lahan. Tapi kita kerja sama dengan masyarakat yang punya lahan kosong. Sistemnya nanti bagi hasil," katanya.

Sejauh ini, lanjut Dharma, sedikitnya sudah ada 60 orang petani yang bergabung dalam Kelompok Tani Harapan Jaya.

"Jadi sekarang lahan kita sudah mencapai 330 hektare. Lahan itu terbagi di beberapa spot yang terpisah. Yang sudah panen 120 hektare," katanya.

Dia menyebutkan, panen singkong dalam rentang waktu 8-11 bulan. Singkong yang dimaksud adalah jenis singkong racun. Jenis ini hanya digunakan untuk tapung tapioka.

"Kalau satu hektare itu bisa hasilnya 80 sampai 100 ton. Untuk biaya per hektarenya mencapai Rp25,5 juta. Setelah panen, akan mampu menghasilkan Rp130 juta. Memang dibanding dengan sawit jauh lebih untung bertani singkong. Makanya petani di sini mulai beralih ke singkong," tandasnya.***

#Desa

Index

Berita Lainnya

Index