Jaga Kedaulatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Bakukan 14.572 Nama Pulau di Indonesia

Jaga Kedaulatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Bakukan 14.572 Nama Pulau di Indonesia
Menteri KKP, Susi Pudjiastuti
weRiau.com - Sebanyak 14.572 pulau sementara di Indonesia hasil verifikasi yang telah dibakukan namanya hingga tahun 2016, demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi.
 
"KKP telah melakukan pembakuan terhadap 14.752 pulau," kata Brahmantya Satyamurti di kantor KKP,  Jakarta. Setelah melakukan pembakuan tersebut, Indonesia rencananya akan mendepositkan nama-nama pulau yang sudah dibakukan hingga tahun 2017 pada sidang UNGEGN di New York, Amerika Serikat, pada Agustus mendatang.
 
UNGEGN adalah salah satu kelompok pakar dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) yang membahas tentang standardisasi nama-nama geografis baik di tingkat nasional maupun internasional. Setiap lima tahun, lembaga tersebut mengadakan konferensi PBB mengenai standardisasi nama-nama geografis di dunia. Sebelumnya pada 2012, Republik Indonesia telah melaporkan sebanyak 13.466 pulau ke PBB.
 
Langkah mendepositkan 14.752 pulau ke PBB itu bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Brahmantya juga mengemukakan, kewenangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang dahulunya parsial, sekarang berada dalam kewenangan penuh Ditjen Pengelolaan Ruang Laut.
 
SKPT adalah salah satu program yang dimiliki KKP untuk membangun sejumlah pulau-pulau yang ada di Indonesia, antara lain dengan membuka investasi agar masuk ke pulau tersebut. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities, Abdul Halim mengatakan, investasi sektor perikanan di pulau-pulau kecil terluar jangan sampai mengedepankan prinsip privatisasi pihak asing.
 
Menurut Abdul Halim hal itu dinilai dapat mengurangi akses kepada masyarakat dan pengelolaan potensi sumber daya untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. "Kalau diserahkan kepada asing akan melemahkan kontrol negara dalam melakukan pengawasan sumber daya," katanya.
 
Abdul Halim menegaskan, perlu pula diwaspadai upaya-upaya pemberian hibah atau pinjaman lunak yang diberikan pihak asing kepada berbagai program yang berkedok sebagai upaya konservasi atau pelestarian kelautan. Seharusnya, ujar dia, pemerintah dapat memberdayakan masyarakat terutama yang bertempat tinggal di pulau-pulau kecil terluar dalam rangka mengelola berbagai potensi yang terdapat di pulau tersebut.
 
Untuk itu, ia berpendapat bahwa pola yang seharusnya dikembangkan bukanlah mengharapkan investasi asing, melainkan pola partisipatif dengan membangun kemitraan dengan warga lokal. "Praktik privatisasi dan komersialisasi terhadap pulau-pulau kecil merugikan masyarakat yang tinggal di pulau itu," ucapnya. (trc)

Berita Lainnya

Index