Sengketa Lahan di Batang Cenaku, Masyarakat Kepayang Sari Punya Alasan Kuat

Sengketa Lahan di Batang Cenaku, Masyarakat Kepayang Sari Punya Alasan Kuat
Lahan desa yang sudah jadi kebun sawit

INHU - Kasus persengketaan lahan 110 ha antara masyarakat desa Kepayang Sari dan desa Alim kecamatan Batang Cenaku kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) masih terkesan tarik ulur dalam menemukan penyelesaian. Lahan yang saat ini berada dalam pengelolaan PT. Tasma Puja itu diketahui justru jadi persoalan panjang sejak tahun 2009. Sebab terdapat dua versi berbeda antara keduabelah pihak desa hingga menjadi bahan rebutan hak milik.

Tak kurang kurang pemerintahan kecamatan Batang Cenaku menjembatani persoalan demi menemukan solusi terbaik, namun hingga haru ini, Ahad (11/10) masih juga berpolemik lantaran kedua masyarakat desa saling klaim menjadi pihak yang sah memiliki lahan yang saat ini jadi area perkebunan PT. Tasma Puja itu.

Pekan lalu, melalui pendamping kuasa hukumnya, Arbain, masyarakat desa Alim justru telah menyatakan jika pihaknya telah menduduki lahan tersebut. Bahkan masyarakat desa yang dipimpin oleh seorang Kades Edi Purnama itu menebarkan ultimatum pada siapapun pihaknya yang berani menguasai lahan itu bakal berurusan dengan hukum pidana, " ya, kami akan lakukan tuntutan pidana pada siapa saja selain kami jika berani mengelola lahan itu " kata Arbain dalam wawancara media ini pekan lalu.

Mengamati begitu alotnya perselisihan antara keduabelah pihak, beberapa tokoh masyarakat keduanya pun berupaya saling bertukar fikiran. Seperti halnya tokoh masyarakat desa Kepayang Sari, Jamhur pada awak media ini berpendapat bagaimana jika lahan bermasalah itu dibagi 70 : 30. Namun maksud 70 : 30 itu menurut Jamhur hanya sebatas pendapatnya saja ketimbang urusan berkepanjangan dan akan membuat dampak konflik sosial masyarakat.

Kendati demikian Jamhur juga menyatakan ada pantasnya masyarakat desa Kepayang Sari juga mempertahankan lahan itu, sebab sejak tahun 1980 banyak warga desa Kepayang Sari telah menggarap lahan itu dengan menjadikannya ladang dan sejenisnya. Jamhur mengatakan adanya anggapan masyarakat Alim juga didasari karena hukum hukum adat dalam istilah " Cucur Air Sinding Pematang " yang sudah mengatur sampai dimana batas kekuasaan wilayah suatu desa atau kebatinan, hingga berkemungkinan besar lahan bermasalah itu masuk dalam wilayah desa Alim, " kedua masyarakat layak mengakuinya oleh sebab sebab itu dan jalan keluarnya bisa jadi harus dibagi " anggapnya.

Arbain, atau pendamping kuasa hukum atas gugatan masyarakat desa Alim saat dikonfirmasi awak media ini membenarkan adanya tawaran tawaran seperti yang dimaksud oleh Jamhur. Bahkan alternatif itu telah ditawarkan oleh Camat Batang Cenaku, H. Mas'ud SE dalam forum mediasi masalah terkait pada 25 September lalu. Namun agaknya keduabelah pihak masih saling bersikeras terutama warga desa Alim yang menganggap 50 : 50 tak sepadan dengan kerugian dan pengorbanan masyarakat dalam perjuangan merebut pusaka Ninik Mamaknya itu sejak kurun 11 tahun berjalan.

Arbain menjelaskan selama 11 tahun gugatan warga desa Alim ibarat pohon rotan yang penuh duri menjalar dan bercabang. 11 tahun pula jaronangnya dipanen orang lain. Sementara keduabelah pihak, dalam hal ini warga desa Alim dan Kepayang Sari yang sesungguhnya bersaudara justru saling tarik rotan itu hingga tangan dan kulit tubuhnya terluka, " ini tak bisa didiamkan, kasihan mereka " tutupnya. (by)

#Inhu

Index

Berita Lainnya

Index