Mahasiswa dan Budaya Elitis

Mahasiswa dan Budaya Elitis
Muhammad Husaini

Mahasiswa dikenal dengan agent of change and agent of control. Terbayang dibenak kita ketika berbicara mahasiswa terbentuklah arti di fikiran kita bahwa mahasiswa adalah seorang yang aktif, kreatif, cerdas, berfikiran luas, lugas, mampu bersosialisasi dan banyak lagi. 

Dalam hal ini, kita satu kan persepsi bahwa mahasiswa adalah seorang yang bisa digunakan fikirannya dan progresif dalam bergerak. 

Begitu juga hal nya pimpinan mahasiswa, selaku mahasiswa kita harus bisa menjaga etika dan norma berorganisasi dengan tidak bergabung di salah satu partai politik, dan seharusnya pimpiban mahasiswa idealnya dekat dengan mahasiswa lainnya.  

Mahasiswa harus jauh dari budaya elitis, Yang menjadi jurang pemisah antara pimpinan mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. 

Membuat hal yang simple di jadikan berlebihan. Contoh salah satu pimpinan organisasi menggunakan jubir dan protokoler.

Budaya seperti ini tampaknya memang terlihat mencontoh dan meniru struktural di negara ini. Padahal hal yang semacam itu adalah budaya yang menjauhkan mahasiswa dengan pimpinan mahasiswanya.

Tapi faktanya masih  saja  ada  organisasi mahasiswa yang seperti di jelaskan di atas. Sungguh ironi.

Budaya budaya seperti diatas harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan jiwa dan geraknya mahasiswa. Pemimpin Mahasiswa yang seharusnya cepat, tanggap melihat masalah masalah yang terjadi bukan malah membatasi setiap geraknya.

Batas yang dimaksudkan adalah Budaya Elitis. Budaya yang di buat buat, yang mengikut ngikut dan budaya ini jelas merusak etika dan norma mahasiswa. 

Padahal kegiatan dan acara seorang pimpinan mahasiswa yang jauh dari kata padat. 

 

Penulis :

Ketua umum HMI komisariat Ekonomi

Universitas islam indragiri 

Cabang tembilahan

Berita Lainnya

Index