Kedua Pihak Bersikukuh dengan Surat yang Dimiliki

Perundingan Warga Desa Talang Tujuh Buah Tangga dengan PT BBSI Deadlock

Perundingan Warga Desa Talang Tujuh Buah Tangga dengan PT BBSI Deadlock
Suasana pertemuan warga Desa Talang Tujuh Buah Tangga dengan berlangsung dengan pihak PT BBSI sukup segit. Kedua pihak tetap bersikukuh dengan dasar hukum yang dimiliki masing-masing. /foto: rpz
INHU - Pertemuan antara warga Desa Talang 7 Buah Tangga, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Inhu dengan PT Bukit Betabuh Sei Indah (PT BBSI), guna mencari solusi sekitar sengketa lahan mereka, Rabu (23/8), gagal mencapai kata sepakat alias deadlock.
 
Kedua belah pihak yang bersengketa saling bersikukuh mempertahankan berdasarkan bukti surat-surat yang dimiliki.
 
Pertemuan tersebut dihadiri Kapolres Inhu AKBP Arief Bastari dan jajaran. Sedangkan dari pihak pemerintah hadir, Kepala Badan Kesbangpol Adri, S.Sos, Bagian Tapem, Kabag Hukum, BPN dan Plt Camat Rakitkulim.
 
Perwakilan warga, J Marbun dikesempatan itu menyampaikan bahwa, mereka menggarap lahan tersebut pada tahun 2005 di wilayah Desa Talang 7 Buah Tangga, Kecamatan Rakitkulim atas dasar surat SKT yang dimiliki dan dikeluarkan oleh pemerintah desa dan camat terkait jual beli lahan.
 
“Kami punya surat tanah yang dikeluarkan oleh desa dan camat atas jual beli lahan, namun diakuinya surat yang dimiliki hanya sebatas desa dan camat yang berbentuk SKT. Inilah dasar kami,  apakah surat tersebut tidak sah atau bagaimana, kami tidak tahu”,  katanya meyakinkan.
 
Setahun kemudian, tahun 2006 setelah lahan ditanami sawit dan karet, terjadi kontroversi kepemilikan lahan. Lahan yang sudah kami tanami sebahagian sudah panen dikuasai perusahaan.
 
PT BBSI terus mengusir dan melarang kami menanam di areal tersebut hingga permasalahan terus berlangsung.
 
Untuk itulah di kesempatan ini, kami minta agar lahan yang sudah kami tanami sawit tetap milik kami. “Warga minta lahan yang sudah ditanami sawit tetap milik mereka. Warga sudah punya KTP dan KK setempat. Kepada pemerintah dalam hal ini Bupati Inhu masyarakat minta diperhatikan terkait permasalahan ini, bagaimana solusinya”, ujar J Marbun berharap.
 
Sementara warga lainnya Feri Manurung juga berkata demikian dan minta agar akses jalan jangan ditutup oleh PT BBSI. Pihak perusahaan diminta membuka kembali akses jalan yang ditutup, ujarnya.
 
Manager PT BBSI, Asri, mengatakan, hak pengelolaan hutan negara yang diberikan kepada PT BBSI sudah jelas. 
 
“PT BBSI memiliki izin usaha (HGU) oleh Kementrian Kehutanan (Kemenhut) di tahun 2002 selama 40 tahun seluas 13.420 hektar yang berada di wilayah Kecamatan Peranap dan Rakitkulim.
 
Secara administratif, sebahagian besar ada di wilayah desa Talang 7 Buah Tangga, Kecamatan Rakitkulim. Perlu diketahui, hutan ini bukan milik desa. ‘’Jadi pihak manapun yang berusaha dalam hutan negara harus ada izin dari Kemenhut,’’kata Asri.
 
Problem ini muncul jelasnya, karena bapak-bapak (warga) datang ke sini ditawari tanah terus terjadi jual beli, inilah penyebabnya. Hasil putusan PN Rengat, PT Riau hingga Kasasi. SKT atau surat-surat yang dimiliki untuk menguasai tanah atau objek perkara batal demi hukum oleh keputusan pengadilan. Dan sah yang dimiliki PT BBSI berdasarkan izin yang diberikan bupati dan Kemenhut.
 
Dalam pengelolaannya PT BBSI bermitra dengan Desa Talang 7 Buah Tangga. Ada kesepakatannya, hak dan kewajiban juga ada melekat di situ. ‘’Ini hal yang terpisah, ada kerja sama dengan desa sebagai kemitraan yang memang harus dilaksanakan sebagai kesepakatan,’’ papar Asri.
 
PT BBSI diberi kewajiban membangun perkebunan HTI dan punya kewajiban melindungi aset negara di situ. Pada tahun 2017 ini, RKP perusahaan sampailah di areal yang warga akui sebagai miliknya.
 
“Kami tegaskan, apabila dalam pelaksanaan penyiapan lahan terdapat di dalamnya sawit bapak-bapak (warga), kami tidak akan ganggu, tidak akan merusak, kami hanya menanam pohon akasia di gawang nya. Inilah yang bisa kami tawarkan”, ujarnya.
 
Namun tawaran yang diberikan PT BBSI kepada warga, ditolak. Warga tetap minta agar lahan yang sudah ditanami sawit tetap menjadi milik mereka.
 
Kata sepakat tak didapat, apa yang diminta warga, Asri mengatakan tidak bisa memutuskan dan akan dibicarakan ditingkat atas, katanya.
 
Dikesempatan itu, pemerintah seperti Kesbangpol menyampaikan, keberadaan perusahaan berada di lingkungan warga dan sebaliknya juga warga berada di lingkungan perusahaan. Nah, ini perlu adanya kerja sama karena masyarakat juga bagian dari perusahaan, kata Kaban Kesbangpol, Adri, S.Sos.
 
Ia menyarankan agar kedua belah pihak ada kerja sama dan mengimbau agar warga tidak berbuat hal-hal yang anarkis. Kepada perusahaan disarankan agar hal ini perlu dibicarakan dengan baik sebab, batas-batas wilayah yang dimiliki juga belum jelas batasnya. Selain itu juga sosialisasi kepada masyarakat sangat perlu dilakukan, harapnya.
 
 
Sumber: riaupotenza

Berita Lainnya

Index